Tuesday, May 28, 2013

[Review] Kelas Tarbiyat 2013 (Jakarta, Bekasi, Bogor)

         28 - 05 - 2013
         06 : 43 PM




         Halo, bertemu lagi dengan saya. Kali ini saya ingin berbagi cerita sedikit tentang event beberapa hari lalu yang saya ikuti. 'Kelas Tarbiyat 2013', ya itulah kira-kira nama acaranya. Acara itu merupakan acara yang diadakan oleh pengurus Ahmadiyyah gabungan dari 3 cabang, yaitu : DKI Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Acaranya 2 hari, 25-26 Mei. Agak sedikit membosankan sih acaranya, tapi lumayan seru sih saya jadi dapat ilmu yang lumayan banyak dan beberapa kenalan baru. Sayang sekali sih waktu itu saya tidak dapat mengutarakan pesan dan kesan untuk acara ini di depan banyak orang, karena memang ternyata tiap kelas hanya 1 perwakilan saja yang ditunjuk untuk mewakilkan pesan dan kesan dari acara tersebut. Karena waktu itu saya berada di kelas B, jadi waktu itu diwakilkan oleh seorang anak berumur 16 tahun kalau tidak salah dan bernama Ifad.
         Sedikit bercerita tentang anak ini. Saya akui anak ini cukup hebat dan luas pengetahuannya tentang Ahmadiyyah, tetapi menurut saya pribadi anak itu biasa saja, atau memang sudah seharusnya seperti itu. Entah mungkin karena sifat saya yang tidak begitu suka mengelu-elukan seseorang. Tapi sepenglihatan saya sepertinya anak itu adalah seorang anak wakaf e-nou. Seorang anak yang sudah di wakafkan oleh orang tuanya sebagai anak yang seluruh jiwa dan raganya diberikan untuk jema'at. Tetapi kalau dia ternyata bukan seorang wakaf e-nou, ya tentu saja menurut saya itu sangat hebat. Karena ia hafal beberapa ayat, hadist, dan sejarah tentang Ahmadiyyah.
         Kenapa saya menggangap biasa kalau ia ternyata adalah seorang wakaf e-nou? Ya karena seorang wakaf e-nou memang seharusnya seperti itu. Tidak seperti yang sudah saya lihat dari beberapa orang wakaf e-nou, yang malah perilaku dan pemahamannya tidak begitu begitu baik tentang Ahmadiyyah. Malah ada yang kuliah dan sebagainya. Entah mungkin saya yang salah dan terlalu berlebihan menilainya. Tetapi menurut saya seorang wakaf e-nou itu tidak perlu kuliah. Tidak perlu mendalami ilmu-ilmu duniawi yang spesifik. Cukup ketahui ilmu-ilmu duniawi yang umum saja, setelah itu perdalam ilmu-ilmu keagamaan / kerohanian. Sehingga dapat bertabligh dan meluruskan kekeliruan orang-orang dalam memandang Ahmadiyyah.
         Yah, itu hanya pendapat saya saja sih. Karena sepertinya yang telah saya lihat-lihat, seorang wakaf e-nou itu baru akan mewakafkan dirinya setelah umur 20++. Padahal menurut saya lebih baik dari sejak kecil sudah mewakafkan dirinya, sehingga umur belasan sudah dapat seperti Ifad. Yah, hanya pendapat saya pribadi saja sih. Tidak ada maksud menyalahkan atau membenarkan.
         Sebagai penutup, saya ingin sedikit menambahkan dan sharing tentang proses saya mengenal Ahmadiyyah. Jadi begini, yang dikatakan para mubaligh-mubaligh Ahmadiyyah tentang pernikahan seorang Ahmadi dengan non-Ahmadi yang walaupun seorang non-Ahmadi itu akhirnya baiat / masuk ke jema'at, tetapi akhirnya anak dan keturunannya kebanyakan itu terpencar-pencar atau terputus dari jema'at. Ya, itu adalah benar. Karena saya sendiri adalah orang yang seperti itu. Almarhum Ibu saya adalah seorang Ahmadi dari keturunan Ahmadi, lalu Ayah saya seorang Ahmadi yang masuk ke jema'at (mungkin) karena Ibu saya. Setelah Ibu saya meninggal, saya masih kecil, baru berumur 1 atau 2 tahun mungkin. Lalu Ayah saya tidak begitu lama menikah lagi, dan akhirnya lama-kelamaan terputuslah dari jema'at. Saya pun akhirnya besar dan tumbuh bersama Ayah dan Ibu tiri saya. Saya juga cenderung lebih sering berinteraksi dan lebih dekat dengan keluarga Ayah saya. Saya tidak begitu dekat atau mungkin bisa di bilang jauh dengan keluarga Ibu saya (yang rata-rata adalah orang jema'at semua). Saya pun tumbuh, besar, dan belajar agama di kalangan NU dan Muhammadiyah. Karena di rumah saya memang ada 2 masjid, 1 masjid NU yang lumayan dekat dengan rumah. Dan satu masjid Muhammadiyah yang lumayan jauh dari rumah. Tetapi tiap minggu saya lebih sering ngaji di masjid Muhammadiyah, karena memang jadwal pengajian mingguan di masjid Muhammadiyah itu lebih banyak (Jumat maghrib, Sabtu maghrib, Minggu maghrib, Minggu Isya), dibandingkan di masjid NU (Sabtu maghrib, Minggu subuh).
         Saya bisa di bilang cukup paham tentang ajaran dan perbedaan antara 2 ormas tersebut, dan saya juga mendengar cukup banyak tentang Ahmadiyyah dari lingkungan sekitar juga. Waktu itu saya juga adalah orang yang sependapat bahwa Ahmadiyyah itu adalah sesat, tetapi saya tak pernah sependapat tentang kekerasan dalam masalah beragama. Karena memang yang saya pelajari Islam itu bukanlah mengajarkan kekerasan dalam hal seperti itu. Yang paling saya ingat, di Al-Qur'an banyak atau mungkin ada belasan ayat yang mengatakan tentang 'Bagimu agamamu, bagiku agamaku', 'sembah apa yang ingin kamu sembah, aku pun juga menyembah apa yang ingin aku sembah'. Ya, banyak sekali saya rasa ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadits-hadits yang bermakna seperti itu. Jadi mengapa kita harus repot-repot bahkan melakukan kekerasan dalam meluruskan pandangan agama seseorang? Toh di akhirat kita akan di mintai pertanggung jawaban masing-masing.
         Jadi kembali lagi ke topik awal, bagaimana saya bisa kenal Ahmadiyyah? Ya, pada akhirnya saya mengetahui bahwa nenek saya maupun keluarga-keluarga dari Ibu kandung saya rata-rata adalah Ahmadiyyah. Saya pun akhirnya berniat mempelajari agama lebih dalam lagi, agar saya bisa meluruskan nenek saya dan keluarga-keluarga nenek saya. Saya pun akhirnya mempelajari dan menelaah ajaran-ajaran seperti apa saja yang harus di luruskan dari ajaran Ahmadiyyah ini. Tetapi ternyata apa, sepertinya malah pandangan saya selama ini yang keliru dan harus diluruskan tentang Ahmadiyyah, dan terlebih lagi tentang Islam. Sepertinya benar kata-kata seorang mubaligh kemarin yang saya dengar di Kelas Tarbiyat, bahwa ketika masih ada fitrat yang baik pada diri manusia, maka ketika datang kebenaran padanya, ia akan tertarik layaknya magnet kepada kebaikan atau jalan yang benar tersebut.
         Yah, kira-kira seperti itulah cerita bagaimana saya bisa mengenal Ahmadiyyah. Saya pun masih terbilang baru beberapa bulan dan baru belajar ajaran Ahmadiyyah. Tetapi sepanjang saya mempelajari ajaran Ahmadiyyah ini, saya tidak menemui kesalahan atau kemelencengan ajaran yang dapat dikategorikan bahwa Ahmadiyyah ini bukan Islam. Yah seperti itulah kira-kira yang ingin saya sampaikan. Jujur saya sedikit kecewa dengan para jema'at Ahmadiyyah umumnya maupun yang seumuran dengan saya khususnya, yaitu ketika kemarin di tanya apakah ada yang sudah membaca 1 buku karya Hadrat Mirza Ghulam Ahmad, tetapi ternyata belum ada atau mungkin ada tetapi baru segelintir orang. Saya sedikit kecewa karena saya sendiri yang bisa di bilang 'orang baru' di jema'at ini saja sudah selesai membaca buku Bahtera Nuh. Yah, mungkin karena kebanyakan dari mereka adalah jema'at keturunan, sehingga mungkin itu yang membuat mereka agak sedikit cuek dengan ajaran Ahmadiyyah.
         Padahal menurut saya ajaran Ahmadiyyah ini adalah luar biasa, sebuah ajaran rasulullah saw yang hidup. Bahkan sebelum saya yakin betul akan Ahmadiyyah, ketika saya menelaah karya-karya Hadrat Mirza Ghulam Ahmad. Saya pun dapat merasakan, bahwa Hadrat Mirza Ghulam Ahmad itu adalah orang yang cerdas, berpengetahuan luas, dan pemberani / tegas. Yah, harapan saya kepada orang-orang pada umumnya dan jema'at Ahmadiyyah pada khususnya, perdalam atau pelajarilah ajaran Ahmadiyyah / Hadrat Mirza Ghulam Ahmad terlebih dahulu sebelum menjudge diri sendiri seorang Ahmadiyyah, ataupun menjudge orang lain non-Muslim dan sebagainya.
         Yah, hanya itu yang kiranya yang dapat saya sampaikan. Sampai bertemu lagi.

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design