Tuesday, April 30, 2013

[Video] Penjara Masjid - Part 1

         30 - 04 - 2013
         10 : 17 PM




         Hmm berhubung saat ini saya sedang banyak tugas dan sedang mengurus skripsi, ditambah komputer yang suka error dan laptop yang keyboardnya sudah ada beberapa yang tidak bisa di pakai tombolnya. Jadi saya singkat saja, hanya ingin memposting sebuah video tentang kondisi orang-orang yang bertahan di dalam masjid Al-Misbah JatiBening yang disegel sejak 4 April lalu. Sampai sekarang sekitar belasan mungkin masih bertahan, Subhaanallah. Semoga Allah membalas niat baik mereka berlipat-lipat aamiin. Sejujurnya saya juga sangat sedih, saya jadi tidak bisa shalat jum'at disana lagi sejak ditutup, benar-benar buruk sekali perbuatan orang-orang yang menyegel itu menurut saya. Hmm ya sudah baiklah langsung saja ini videonya :





Friday, April 19, 2013

Tulisan 2 English Business

         20 - 04 - 2013
         00 : 34 AM



         Buat kalimat menggunakan Above dan Over.


A profit over and above what they had anticipated.

To leap over a wall.
The roof over one's head.
There is no one over her in the department now.
Throw a sheet over the bed
I can't imagine what has come over her.

Richard is an above average badminton player.
You should apply pressure above the wound to stop the bleeding.
Penguins have an organ above their eyes that converts seawater to fresh water.
Fever is usually defined as an oral temperature above 37.4 degrees.
Killer whales have well-developed eyesight both below and above water.

Thursday, April 18, 2013

Tugas 2 English Business

         18 - 04 - 2013
         09 : 52 PM



         Bab 2.
         Page 18.
         Latihan 1.

         1. What are some things you usually do every morning?
           I usually drink a glass of water every morning.
           What are some things you did yesterday morning?
           I did drink a glass of water yesterday morning.

         2. What do you usually do in the evening?
           I usually play a game in the evening.
           What did you do last night?
           I did play a game last night.

         3. What do we usually do in this class?
           We usually study in this class.
           What did we do in this class yesterday?
           We did study in this class yesterday.

         4. What do you usually do after this class?
           I usually eat lunch after this class.
           What did you do after class yesterday?
           I did eat lunch after class yesterday.

         5. What did you do two days ago? Last week? Last month? Last year?
           I did make a game two days ago, got a task last week, found a money last month, and bought some books last year.

         6. Take out a piece of paper. Write what you did yesterday. Write as fast as you can.
           I went to college yesterday morning, when I arrived the lecturer hasn't come. Then I decided to open my laptop. I watched a movie at my laptop. The movie ended, but the lecturer hasn't come. Then I knew that the lecturer wasn't come that day, so I went to home.

Sunday, April 7, 2013

[Berita] Kisah Heroik Para Ahmadi di Cikeusik


         07 - 04 - 2013
         02 : 14 PM





5 Pebruari 2011, Mln. Ismail Suparman dan keluarga meminta bantuan pihak kepolisian agar dilindungi. Dirinya telah diancam dan diberi kabar bahwa akan ada penyerangan ke rumah Missi yang ia tempati bersama keluarganya.

Beberapa saudara-saudara ruhaninya pergi ke Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten Selatan untuk menjenguk Mln. Suparman dan mempertahankan rumah missi milik Jemaat Muslim Ahmadiyah. Mereka sudah siap mental apapun yang terjadi.

Mereka memahami sabda yang Mulia Rasulullah saw bahwa mempertahankan harta benda dan jiwa raga adalah merupakan salah satu bagian Jihad yang hadiahnya adalah tunai, yaitu Surga.

Jadi tidak berdasar, jika dikatakan bahwa kedatangan para Ahmadi yang akan mempertahankan rumah missi itu yang memprovokasi massa untuk datang menyerbu. Massa berjumlah ribuan tidak bisa dikumpulkan dalam waktu singkat. Apalagi jelas para penyerang memakai pita biru maupun hijau sebagai tanda bahwa mereka terkoordinir secara professional.

Pagi, 6 Pebruari 2011, sampailah rombongan pemuda Ahmadi di Cikeusik sekitar 08.00 WIB. Awalnya, mereka bersantai, bercanda dan berfoto bersama. Datanglah sarapan pagi, langsung saja disambut dengan gembira.

Dalam keadaan santai itu, mereka dikejutkan dengan kedatangan aparat kepolisian yang jumlahnya cukup banyak. Itu terjadi pukul sembilan atau setengah sepuluh pagi. Anehnya, para polisi yang tadinya terlihat banyak, raib entah kemana. Mereka hanya sedikit bersisa. Pasukan Dalmas yang awalnya ada di Jalan sebelah Utara rumah missi, namun tiba-tiba berpindah di arah selatan rumah missi.


Pukul sepuluh pagi, massa yang sangat banyak itu tiba-tiba muncul dari arah Utara rumah missi, dimana pasukan Dalmas saat itu ada di sebelah Selatan Rumah missi. Maka mereka pun dengan leluasa menyerobot  aparat yang jumlahnya tidak sebanding.

Tiba-tiba mereka menyerang! Tidak ada mediasi terlebih dahulu! Seakan-akan mereka tidak punya mulut untuk berbicara. Terjadilah adu jotos antara Deden Sujana dengan salah seorang penyerang. Akibatnya, sang penyerang tadi roboh.

“Serang…!”, teriak salah seorang penyerang.

“keluar…!”, teriak Ferdiaz kepada teman-temannya yang ada di dalam rumah Missi. Maka keluarlah para Pemuda Ahmadi. Senjata tajam diacung-acungkan untuk menakut-nakuti para Ahmadi. Ternyata hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Menyusul batu yang menghujani para Ahmadi. Mereka menangkis dengan alat-alat seadanya. Bahkan para pemuda Ahmadi berusaha menghalau penyerang dengan bambu-bambu yang berasal dari atap yang sudah dirusak massa.
Mereka terus menyerang dengan ganas….! seakan-akan para Ahmadi itu binatang buruan yang harus mati saat itu juga.

Para pemuda Ahmadi terdesak. Para penyerang tanpa ampun terus merusak rumah missi dan menyerang para pemuda Ahmadi. Hingga para Ahmadi terdesak mundur sampai ke dalam rumah missi.

Di bagian belakang rumah tersebut, Belasan penyerang mengeroyok Deden Sujana dengan berbagai senjata tajam. Sabetan parang ditangkis tangan pak Deden Sujana, sehingga tangannya hampir putus separuhnya. Pahanya pun terkena sabetan parang. Kontan Deden rebah ke tanah. Meski dirinya terjatuh, para penyerang dengan wajah beringas, mengayunkan bacokan-bacokan parang dan terus berusaha keras menusuk Deden.


Ferdias yang melihat hal itu, ia segera melindungi Deden dengan ditelungkupi. Diaz membisikkan kata kata lirih kepada Deden yang sedang dipeluknya di tanah, “Doa saja pak Deden, kita mati bersama”. Diaz pasrah, ia mengaduh menerima bacokan, akibatnya ia harus dijahit sebanyak 45 jahitan di punggungnya. Batu-batu besar juga selalu diarahkan ke kepalanya yang memakai helm. Beruntung, ia pun hanya mengalami gegar otak ringan. Ferdiaz masih ditakdirkan selamat. Ada seorang Ahmadi yang berperawakan tinggi besar yang mencegah para penyerang untuk terus menyiksanya. “Sudah..sudah.. dia sudah tidak berdaya!” Tak lama kemudian datanglah Dalmas yang mengangkutnya pergi untuk dievakuasi.

Di tempat lain, Beberapa Ahmadi dihajar dan terdengar rintihan yang menyayat hati. Karena banyaknya massa, para Ahmadi selangkah-demi selangkah mundur dengan tetap mempertahankan diri. Rumah missi yang targetnya dipertahankan, kini hancur lebur. Tidak hanya itu, Dua mobil habis dibakar. Satu mobil APV Silver milik Jemaat Ahmadiyah, dan satu mobil lagi milik Deden Sujana. Satu motor milik Mln. Abdur Rahim YHBM diseret layaknya sampah dan kemudian dibakar.

Beberapa pemuda Ahmadi bisa meloloskan diri dan beberapa lagi dibantai habis layaknya binatang. Anggota yang tidak melawan pun terus diserang hingga syahid!

Para Ahmadi yang sudah terkulai lemah, batu-batu terus dirajamkan kepadanya. Tidak hanya itu, pukulan kayu terus diarahkan massa tanpa ada belas kasihan. Massa yang melihat itu bahkan bertepuk tangan & bersorak sorai. Terlihat seorang Ahmadi sudah syahid namun, penyerang masih merasa belum puas, Kepala dan badan Syuhada itu terus dipukuli dengan tongkat dan dirajam dengan batu hingga bersuara.


Setelah tiga Ahmadi syahid ditempat, Massa masih belum terpuaskan dahaga akan darah. Para penyerang menghentikan aksi brutalnya setelah beberapa polisi & Dalmas datang menyelamatkan & mengevakuasi korban ke RSUD Malingping.
Massa terus menyisir para Ahmadi yang sempat meloloskan diri. Dari satu rumah persembunyian, Salah seorang korban melihat dengan mata kepala sendiri bahwa orang-orang yang telah menyerang dirinya, sambil pulang, massa sempat bersalaman dengan polisi yg ada disana sambil tersenyum-senyum. Kemudian ada juga saksi yang melihat, para penyerang keluar dari satu rumah dan terlihat telah dibagi-bagikan amplop berwarna coklat.
Selasa 8/2/2011 pukul 07.00 WIB dua syuhada diberangkatkan ke Gondrong-Kenanga untuk disemayamkan. Tubagus Chandra Mubarak & Roni Pasaronikini tenang bersemayam di bumi Tangerang. Kedua syuhada itu di antar kepergiannya oleh 1500-an Ahmadi yang cinta sekaligus bangga kepada mereka.
Satu syuhada lagi, Warsono telah dibawa ke Cirebon untuk disemayamkan.
Rabu, 9/2/2011, Deden Sujana yang kini berada di RS Pertamina, ia terlihat kuat, tenang, tdk tampak Depresi, masih bisa tersenyum, dan tentu saja ada raut sedih di mukanya.
“saya kok dianggap provokator oleh Polisi kami ke Cikeusik justeru mau mengurusi Muballigh #ahmadiyah yg ada ditahan & menjaga mesjid serta aset-aset jemaat. kami tdak menyangka akan ada penyerangan itu, kami tdk bawa apa-apa & tidak menyiapkan apa-apa”, ungkap Deden kepada Guntur Romli.
“Masa sih kami menantang dan memprovokasi? Dari sisi jumlah saja kami sudah kalah. Ketika saya sedang ngobrol dgn Kapolsek, kami diserang. Karena tiba-tiba diserang, kami melindungi diri dgn melawan, tidak ada tantangan & provokasi,” tambah Deden.
Ferdiaz menuturkan dengan nada menyesal, “Kenapa saya masih hidup! Saya sering ikut yang kayak gini, di Cisalada, di Manislor, dll, tapi pulang selalu membawa nyawa. Ada apa dengan saya?”
========
Selamat jalan wahai para pejuang agama. Darahmu akan mengharumkan negeri; Mempercepat kesuksesan bagi Islam, dan segera membawa petaka bagi para kaum penganiaya.
Semoga para pejuang kita yang masih terluka, bisa segera diberikan kesehatan yang sempurna.
[peristiwa ini didapat dari para Saksi kejadian dan akan terus berkembang sesuai fakta. Saksi sementara tidak dimunculkan namanya]


Sumber : 
http://isamujahidislam.wordpress.com/2011/02/08/kisah-heroik-para-ahmadi-di-cikeusik/


[Review] Nabi Palsu, Sikap Nabi, dan Ahmadiyah)*


         07 - 04 - 2013
         02 : 12 PM

         

TEMPO Interaktif, Pada tahun kesepuluh Hijriah, Nabi Muhammad SAW menerima surat dari seseorang yang mengaku jadi nabi. Namanya Musailamah bin Habib, petinggi Bani Hanifah, salah satu suku Arab yang menguasai hampir seluruh kawasan Yamamah (sekarang sekitar Al-Riyad). Dalam suratnya, Musailamah berujar: “Dari Musailamah, utusan Allah, untuk Muhammad, utusan Allah. Saya adalah partner Anda dalam kenabian. Separuh bumi semestinya menjadi wilayah kekuasaanku, dan separuhnya yang lain kekuasaanmu….”
Seperti dituturkan ahli tafsir dan sejarawan muslim terkemuka pada abad ketiga Hijriah, Imam Ibn Jarir Al-Tabari (838-923), dalam kitabnya Tarikh al-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja) atau yang dikenal sebagai Tarikh al-Tabari, Musailamah bukanlah sosok yang sepenuhnya asing bagi Nabi. Beberapa bulan sebelum berkirim surat, Musailamah ikut dalam delegasi dari Yamamah yang menemui beliau di Madinah dan bersaksi atas kerasulannya. Delegasi inilah yang kemudian membawa Islam ke wilayah asal mereka dan membangun masjid di sana.
Menerima surat dari Musailamah yang mengaku nabi, Rasul tidak lantas memaksanya menyatakan diri keluar dari Islam dan mendirikan agama baru, apalagi memeranginya. Padahal gampang saja kalau beliau mau, karena saat itu kekuatan kaum muslim di Madinah nyaris tak tertandingi. Mekah saja, yang tadinya menjadi markas para musuh bebuyutan Nabi, jatuh ke pelukan Islam. Yang dilakukan Rasul hanyalah mengirim surat balasan ke Musailamah: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Pengasih. Dari Muhammad, utusan Allah, ke Musailamah sang pendusta (al-kazzab). Bumi seluruhnya milik Allah. Allah menganugerahkannya kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Keselamatan hanyalah bagi mereka yang berada di jalan yang lurus.” Rasul menempuh dakwah dengan cara persuasi dan bukan cara kekerasan. Musailamah memang dikutuk sebagai al-Kazzab, tapi keberadaannya tidak dimusnahkan.
Namun, setelah Nabi wafat, ceritanya jadi lain. Umat Islam yang masih shocked karena ditinggal pemimpinnya berada dalam ancaman disintegrasi. Sejumlah suku Arab menyatakan memisahkan diri dari komunitas Islam di bawah pimpinan khalifah pertama, Abu Bakr al-Shiddiq. Sebagian dari mereka mengangkat nabi baru sebagai pemimpin untuk kelompok mereka sendiri. Musailamah dan sejumlah nabi palsu lain, seperti Al-Aswad dari Yaman dan Tulaikhah bin Khuwailid dari Bani As’ad, menyatakan menolak membayar zakat, suatu tindakan yang pada masa itu melambangkan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Madinah. Abu Bakr lalu melancarkan ekspedisi militer untuk menumpas gerakan pemurtadan oleh para nabi palsu tersebut, yang menurut dia telah merongrong kedaulatan khalifah dan membahayakan kesatuan umat. Perang Abu Bakr ini dikenal sebagai “perang melawan kemurtadan (hurub al-ridda).”
Tampaknya, “perang melawan kemurtadan” inilah yang diadopsi begitu saja oleh para pelaku kekerasan terhadap Ahmadiyah tanpa disertai pemahaman yang mumpuni terhadap duduk perkaranya. Penyerangan brutal di Banten minggu lalu, yang menewaskan tiga warga Ahmadiyah, secara luas memang telah dikecam bahkan oleh banyak kalangan muslim sendiri, entah dengan alasan menodai citra Islam yang damai, merusak kerukunan beragama, atau melanggar hak asasi kaum minoritas. Tapi bagi para pelaku penyerangan dan yang membenarkannya, seperti FPI, apa yang mereka lakukan semata-mata demi membela Islam dari noda pemurtadan. Jemaah Ahmadiyah dianggap telah murtad karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, dan karena itu mesti dikeluarkan secara paksa dari Islam.
Ironisnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteri Agama, dan pihak-pihak yang mengaku tidak menyetujui anarkisme terhadap Ahmadiyah, yang terus memaksa agar Ahmadiyah menjadi agama baru di luar Islam, sebenarnya juga memakai pendekatan “perang melawan kemurtadan” secara gegabah. Dalam hal ini, perbedaan MUI dan Menteri Agama dengan kaum penyerang Ahmadiyah hanya terletak dalam hal metode, tapi tidak dalam tujuan. Saya sebut ironis karena majelis ulama, yang berlabel “Indonesia” di belakang, ternyata merubuhkan prinsip kebinekaan Indonesia. Ironis karena seorang menteri yang merupakan hasil pemilu demokratis ternyata mempunyai pandangan yang melenceng dari konstitusi demokratis yang menjamin hak setiap warga menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Yang paling ironis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membiarkan saja semua itu terjadi.
Lepas dari itu, kalau kita tinjau dari sudut doktrin dan sejarah Islam pun, pemakaian kerangka “perang melawan pemurtadan” untuk menyikapi Ahmadiyah sejatinya sama sekali tak berdasar. Patut diingat, sebutan “perang melawan kemurtadan” bukanlah kreasi Abu Bakr sendiri, melainkan penamaan belakangan dari para sejarawan muslim. Disebut demikian barangkali karena yang diperangi saat itu memang arus pemurtadan yang terkait dengan munculnya sejumlah nabi palsu. Dan gerakan nabi palsu pada masa itu berjalin berkelindan dengan upaya menggembosi kedaulatan kekhalifahan. Penolakan membayar zakat bukan hanya pelanggaran terhadap rukun Islam, tapi juga sebentuk aksi makar. Ini karena, berbeda dengan ibadah salat yang hanya melulu menyangkut hubungan hamba dan Tuhannya, urusan zakat berkaitan dengan negara. Tambahan pula, para nabi palsu tersebut juga membangun kekuatan militernya sendiri. Musailamah, misalnya, menggalang tidak kurang dari 40 ribu anggota pasukan untuk melawan pasukan muslim dalam perang Yamamah, sampai-sampai armada muslim di bawah Khalid bin Walid sempat kewalahan pada awalnya. Karena itu, perang Abu Bakr melawan kemurtadan mesti dibaca sebagai sebuah tindakan yang lebih bersifat politis ketimbang teologis, yakni berhubungan dengan penumpasan terhadap kelompok pemberontak.
Karena itu, “perang melawan kemurtadan” versi khalifah Abu Bakr tidak bisa begitu saja diterapkan dalam konteks Indonesia sekarang. Taruhlah memang jemaah Ahmadiyah telah murtad karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Tapi bukankah sejauh ini mereka belum pernah membangun kekuatan militer untuk merongrong umat Islam dan pemerintahan yang sah seperti Musailamah pada masa khalifah Abu Bakr? Bukankah sejauh ini warga Ahmadiyah hanya menuntut untuk diberi ruang menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya? Kalau memang begitu, apakah tidak keliru kalau mereka diperlakukan seperti para pemberontak?
Ditinjau dari perspektif kaidah fiqh “hukum berporos pada alasan”, gerakan pemurtadan oleh para nabi palsu pada masa Abu Bakr memang wajib diperangi, karena saat itu kemurtadan identik dengan pemberontakan yang mengancam kedaulatan khalifah dan integrasi umat. Adapun kalau sekadar murtad saja tanpa dibarengi pemberontakan, hukum yang berlaku tentu tidak sama. Pada titik inilah kita bisa mengacu pada peristiwa korespondensi antara Nabi Muhammad dan Musailamah seperti saya paparkan di awal tulisan.
Di sinilah pemahaman tentang metodologi hukum Islam mutlak diperlukan dalam melihat pokok soalnya. Tanpa pengetahuan yang mumpuni tentang metodologi hukum Islam, keputusan yang muncul dan tindakan yang diambil mungkin saja tampak sesuai dengan ajaran syariat, tapi bisa jadi esensinya bertentangan dengan maqashid al- syari’ah (tujuan-tujuan syariat) yang lebih bersifat universal, seperti perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia.
Lagi pula, satu-satunya dalil Al-Quran tentang kemurtadan sama sekali tidak menyeru kaum muslim untuk memerangi kaum murtad semata-mata karena kemurtadannya. Simaklah Surat Ali Imran ayat 90. Ayat ini tidak menyinggung soal perlunya menggunakan cara-cara kekerasan dan paksaan terhadap si murtad, karena Tuhanlah yang akan menjadi hakim atas perbuatannya di akhirat nanti.
Dalam kerangka Qurani semacam inilah kita bisa mengerti kenapa Nabi tidak menghukum Musailamah, yang tanpa tedeng aling-aling mengaku sebagai nabi. Bukan karena beliau mendiamkannya--toh Nabi melabelinya dengan gelar “Al-Kazzab”. Menurut saya, nabi bersikap seperti itu karena, dalam Al-Quran, hukuman terhadap si murtad memang sepenuhnya menjadi hak prerogatif Allah SWT. Nabi Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang bertugas menyampaikan risalah Ilahi. Beliau bukan Tuhan yang turun ke bumi. Itulah sebabnya Al-Quran menegaskan tidak ada paksaan dalam agama.
Kalau Nabi saja demikian sikapnya, alangkah lancangnya Front Pembela Islam (FPI), MUI, dan Menteri Agama yang merasa punya hak untuk mengambil alih wewenang Tuhan untuk mendaulat diri mereka sebagai hakim atas orang-orang yang dianggap murtad seperti terlihat dalam sikap mereka terhadap jemaah Ahmadiyah. Di sinilah saya kira umat Islam mesti memilih dalam bersikap, mau mengikuti cara-cara FPI, MUI, dan Menteri Agama, atau meneladan sikap Rasulullah.
*) 
Akhmad Sahal, Kader NU, kandidat PhD Universitas Pennsylvania 





Sumber :
http://www.tempo.co/read/kolom/2011/02/16/324/Nabi-Palsu-Sikap-Nabi-dan-Ahmadiyah

Friday, April 5, 2013

[Video] Masjidku Rumahku


         09 - 04 - 2013


         10:01 AM




Kronologi 8 maret 2013 lalu.




Sumber :
http://www.youtube.com/watch?v=iZy52SgO3EE&feature=youtu.be

[Video] Bekasi Mayor Shuts Down Ahmadiyah Mosque











Sumber :

http://www.youtube.com/watch?v=a7kg6364Lyw&feature=share

[Berita] Masjid Ahmadiyah Bekasi Dipagari Seng, Jamaah Salat di Rumah

         09 - 04 - 2013
         09:16 AM






Jakarta - Setelah upaya menggembok Masjid Al-Misbah tidak menghentikan ibadah Ahmadiyah, pemerintah Kota Bekasi memutuskan untuk memagari sekeliling masjid tersebut dengan seng untuk mencegah jamaah masuk ke dalam masjid.
“Semalam masjid kami dipagari dengan seng oleh Satpol PP pemerintah kota, karena menurut pemerintah kota kita masih terus melaksanakan kegiatan walaupun pintu masjid sudah mereka gembok,” kata imam masjid, Rahmat Rahmadijaya, pada Beritasatu.com, Jumat (4/4).
Menurut Rahmat, mereka selama ini hanya menjalankan aktivitas peribadahan biasa seperti salat Jumat dan dakwah internal bagi anggota masjid yang berjumlah sekitar 400 orang.
“Mereka menyatakan berpegang pada peraturan gubernur, fatwa MUI dan peraturan walikota yang melarang Ahmadiyah, padahal aturan-aturan tersebut hanya melarang penyebaran ajaran dan tidak melarang kegiatan. Mereka menganggap bahwa ibadah itu adalah kegiatan.”
Masjid yang sudah dibangun sejak tahun 1998 ini memiliki hubungan baik dengan jamaah di sekitar masjid. Namun sejak Front Pembela Islam (FPI) membuka cabang di Pondok Gede dan berlokasi di dekat masjid, pemerintah kota Bekasi terus ditekan untuk menutup masjid Ahmadiyah.
Pada tanggal 14 Februari, pemerintah kota Bekasi menempelkan pemberitahuan penyegelan di tembok masjid dan menginformasikan bahwa Ahmadiyah dilarang melakukan kegiatan.
Sebulan kemudian, pada 8 Maret silam, gerbang masuk menuju masjid digembok oleh Satpol PP. Beberapa anggota Ahmadiyah yang masih terjebak di dalam masjid setelah salat Jumat, termasuk beberapa orang berusia lanjut, terpaksa dikeluarkan dengan menggunakan tangga di bawah guyuran air hujan.
Rahmat mengatakan bahwa tim pengacara dari LBH Jakarta dan YLBHI yang semalam ada di lokasi berupaya melakukan dialog dengan pejabat pemerintahan dan kapolsek sebelum penutupan masjid. Namun mereka menolak untuk berdiskusi.
Sudiana, bagian hukum pemerintah kota Bekasi mengatakan bahwa pemagaran dilakukan agar jamaah masjid patuh pada larangan kegiatan yang dikeluarkan dalam bentuk peraturan walikota tahun 2011.
Namun Rahmat mengatakan bahwa Satpol PP beralasan bahwa mereka hanya berusaha untuk menghindari terjadinya bentrok antara ormas Islam dengan Ahmadiyah setelah ada permintaan dari ormas Islam untuk menghentikan aktivitas.
“Mereka semata-mata takut sama FPI,” kata Rahmat.
“Kalau memang mereka menegakkan peraturan, mereka harusnya tahu bahwa di peraturan-peraturan tersebut hanya pelarangan penyebaran ajaran, dan tidak menyebutkan pemagaran, penggembokan dan pelarangan ibadah. Dakwah di dalam dan pendidikan untuk anak-anak kami kan tidak melanggar peraturan.”
Rahmat mengatakan tim pengacara Masjid Al-Misbah akan mensomasi walikota.
Sementara waktu, jamaah akan beribadah di rumah-rumah anggota Ahmadiyah.
“Kami akan beribadah di rumah-rumah anggota kami karena memang tidak ada satu celah pun disisakan untuk kami bisa masuk ke dalam masjid,” kata Rahmat.
“Sudah digembok, sekarang ditutupi seng. Aparat juga terus mengawasi masjid. Anggota kami yang datang disuruh pulang.”
Walikota Bekasi Rahmat Effendi tidak menjawab ketika dihubungi oleh Beritasatu.com.


Penulis: Camelia Pasandaran/FEB


Sumber :

http://www.beritasatu.com/nusantara/106113-masjid-ahmadiyah-bekasi-dipagari-seng-jamaah-salat-di-rumah.html

[Berita] Dikepung, 22 Jemaah Ahmadiyah Masih Terkurung di Masjid

         09 - 04 - 2013
         09:07 AM




KBR68H, Jakarta – Sebanyak 22 warga Jemaah Ahmadiyah Jatibening, masih terkurung di dalam Masjid al Mizbah, Bekasi, Jawa Barat. Mereka meminta polisi menjamin pengamanan diri dan aset berupa masjid milik mereka. Kuasa hukum Jemaat, Febi Yonesta mengatakan, mereka yang di dalam masjid bersedia ke luar kalau polisi memberikan jaminan tertulis pemenuhan permintaan tersebut.

"Jujur aja, kawan-kawan di dalam kurang percaya dengan itikad dari pemkot. Tapi, mereka sangat percaya dan menaruh harapan pada kepolisian dan kepolisian akan berdiri dan berpihak pada hukum dan kebenaran. Belum ada jaminan karena tidak adanya kepercayaan dari mereka pada perlindungan, baik diri dan aset," kata Febi Yonesta di luar pagar Masjid al Mizbah, Bekasi.

Semalam, Pemerintah Kota Bekasi, Jawa barat memagar dan menggembok masjid Ahmadiyah di Jatibening. Pemkot mengancam akan menahan aset masjid tersebut. Alasannya untuk menegakan peraturan walikota Bekasi terkait larangan aktivitas Ahmadiyah. Namun, jemaah Islam Ahmadiyah memprotes dengan berdiam di masjid mereka.


Sumber :
http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2544916_4262.html

[Berita] Bahas Soal Gereja dengan Pendeta, Bupati Bekasi Tinggalkan Pertemuan

         06 - 04 - 2013
         09:05 AM







KBR68H, Jakarta - Pertemuan antara puluhan pendeta bersama umat Kristiani dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin hari ini menemui jalan buntu. Bupati Neneng Hasanah justru meninggalkan para pendeta di tengah pertemuan. Pertemuan itu sedianya akan membahas tentang pelarangan pendirian rumah ibadah umat Kristiani di Bekasi. Salah satu pendeta yang ikut dalam pertemuan tersebut Erwin Marbun mengatakan, dalam pertemuan itu Bupati Bekasi tidak memberikan solusi sama sekali.

"Kami tidak ada dapat apa-apa, hanya beliau bilang hanya seperti itu saja. ketika, kalau dia menjelaskan soal Setu dipertanyakan tentang Setu dia bilang selesaikan dulu itu sesuai dengan aturan mainnya. Tapi ketika dihadapkan dengan Filadelfia yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dia bilang tentang masyarakat. saya juga tidak mengerti? Tidak ada!," tegas Erwin kepada KBR68H.

Hari ini, puluhan pendeta dan umat Kristiani di Bekasi mendatangi kantor Bupati Bekasi. Pertemuan digelar untuk menyikapi maraknya pelarangan pembangunan gereja dengan dalih tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan IMB. Aksi pelarangan rumah ibadah dengan alasan tanpa IMB, sudah kerap terjadi selama tiga periode Bupati Bekasi yang berbeda.



Sumber :
http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2540251_4262.html

[Berita] Gereja Banyak Ditutup, Puluhan Pendeta Datangi Bupati Bekasi

         06 - 04 - 2013
         09:02 AM




KBR68H, Jakarta – Puluhan pendeta dan umat Kristiani di Bekasi siang ini mendatangi kantor Bupati Bekasi. Salah satu pendeta yang ikut dalam pertemuan tersebut adalah Erwin Marbun.

Menurut dia, pertemuan itu digelar untuk menyikapi maraknya pelarangan pembangunan gereja dengan dalih tak ada ijin mendirikan bangunan, IMB. Erwin Marbun menegaskan, aksi pelarangan berdalih IMB sudah berlangsung di tiga periode Bupati yang berbeda.

"Kebanyakan warga jemaat yang memiliki rumah Ibadat yang disegel, dirubuhkan dan dirusak itu masih dalam taraf mengajukan IMB. Gereja-gereja itu antara lain HKBP Philadephia dan terakhir di Setu,” ujar Pendeta Erwin Marbun saat dihubungi KBR68H.

Pendeta Erwin Marbun menambahkan, dalam pertemuan dengan Bupati Bekasi juga bakal dibahas soal nasib pendeta Palti Panjaitan dari HKBP Philadelphia yang dijadikan tersangka oleh Kepolisian. Pendeta Palti dituding melakukan penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan. Pelapornya adalah pemimpin massa intoleran, Abdul Azis. Salah satu saksi dari HKBP Filadelfia, Hamonangan Manurung mengatakan, Pendeta Palti Panjaitan bersama sejumlah jemaat tidak pernah melakukan penyerangan.



Sumber :

http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2539635_4262.html
 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design