Sunday, April 7, 2013

[Berita] Kisah Heroik Para Ahmadi di Cikeusik


         07 - 04 - 2013
         02 : 14 PM





5 Pebruari 2011, Mln. Ismail Suparman dan keluarga meminta bantuan pihak kepolisian agar dilindungi. Dirinya telah diancam dan diberi kabar bahwa akan ada penyerangan ke rumah Missi yang ia tempati bersama keluarganya.

Beberapa saudara-saudara ruhaninya pergi ke Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten Selatan untuk menjenguk Mln. Suparman dan mempertahankan rumah missi milik Jemaat Muslim Ahmadiyah. Mereka sudah siap mental apapun yang terjadi.

Mereka memahami sabda yang Mulia Rasulullah saw bahwa mempertahankan harta benda dan jiwa raga adalah merupakan salah satu bagian Jihad yang hadiahnya adalah tunai, yaitu Surga.

Jadi tidak berdasar, jika dikatakan bahwa kedatangan para Ahmadi yang akan mempertahankan rumah missi itu yang memprovokasi massa untuk datang menyerbu. Massa berjumlah ribuan tidak bisa dikumpulkan dalam waktu singkat. Apalagi jelas para penyerang memakai pita biru maupun hijau sebagai tanda bahwa mereka terkoordinir secara professional.

Pagi, 6 Pebruari 2011, sampailah rombongan pemuda Ahmadi di Cikeusik sekitar 08.00 WIB. Awalnya, mereka bersantai, bercanda dan berfoto bersama. Datanglah sarapan pagi, langsung saja disambut dengan gembira.

Dalam keadaan santai itu, mereka dikejutkan dengan kedatangan aparat kepolisian yang jumlahnya cukup banyak. Itu terjadi pukul sembilan atau setengah sepuluh pagi. Anehnya, para polisi yang tadinya terlihat banyak, raib entah kemana. Mereka hanya sedikit bersisa. Pasukan Dalmas yang awalnya ada di Jalan sebelah Utara rumah missi, namun tiba-tiba berpindah di arah selatan rumah missi.


Pukul sepuluh pagi, massa yang sangat banyak itu tiba-tiba muncul dari arah Utara rumah missi, dimana pasukan Dalmas saat itu ada di sebelah Selatan Rumah missi. Maka mereka pun dengan leluasa menyerobot  aparat yang jumlahnya tidak sebanding.

Tiba-tiba mereka menyerang! Tidak ada mediasi terlebih dahulu! Seakan-akan mereka tidak punya mulut untuk berbicara. Terjadilah adu jotos antara Deden Sujana dengan salah seorang penyerang. Akibatnya, sang penyerang tadi roboh.

“Serang…!”, teriak salah seorang penyerang.

“keluar…!”, teriak Ferdiaz kepada teman-temannya yang ada di dalam rumah Missi. Maka keluarlah para Pemuda Ahmadi. Senjata tajam diacung-acungkan untuk menakut-nakuti para Ahmadi. Ternyata hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Menyusul batu yang menghujani para Ahmadi. Mereka menangkis dengan alat-alat seadanya. Bahkan para pemuda Ahmadi berusaha menghalau penyerang dengan bambu-bambu yang berasal dari atap yang sudah dirusak massa.
Mereka terus menyerang dengan ganas….! seakan-akan para Ahmadi itu binatang buruan yang harus mati saat itu juga.

Para pemuda Ahmadi terdesak. Para penyerang tanpa ampun terus merusak rumah missi dan menyerang para pemuda Ahmadi. Hingga para Ahmadi terdesak mundur sampai ke dalam rumah missi.

Di bagian belakang rumah tersebut, Belasan penyerang mengeroyok Deden Sujana dengan berbagai senjata tajam. Sabetan parang ditangkis tangan pak Deden Sujana, sehingga tangannya hampir putus separuhnya. Pahanya pun terkena sabetan parang. Kontan Deden rebah ke tanah. Meski dirinya terjatuh, para penyerang dengan wajah beringas, mengayunkan bacokan-bacokan parang dan terus berusaha keras menusuk Deden.


Ferdias yang melihat hal itu, ia segera melindungi Deden dengan ditelungkupi. Diaz membisikkan kata kata lirih kepada Deden yang sedang dipeluknya di tanah, “Doa saja pak Deden, kita mati bersama”. Diaz pasrah, ia mengaduh menerima bacokan, akibatnya ia harus dijahit sebanyak 45 jahitan di punggungnya. Batu-batu besar juga selalu diarahkan ke kepalanya yang memakai helm. Beruntung, ia pun hanya mengalami gegar otak ringan. Ferdiaz masih ditakdirkan selamat. Ada seorang Ahmadi yang berperawakan tinggi besar yang mencegah para penyerang untuk terus menyiksanya. “Sudah..sudah.. dia sudah tidak berdaya!” Tak lama kemudian datanglah Dalmas yang mengangkutnya pergi untuk dievakuasi.

Di tempat lain, Beberapa Ahmadi dihajar dan terdengar rintihan yang menyayat hati. Karena banyaknya massa, para Ahmadi selangkah-demi selangkah mundur dengan tetap mempertahankan diri. Rumah missi yang targetnya dipertahankan, kini hancur lebur. Tidak hanya itu, Dua mobil habis dibakar. Satu mobil APV Silver milik Jemaat Ahmadiyah, dan satu mobil lagi milik Deden Sujana. Satu motor milik Mln. Abdur Rahim YHBM diseret layaknya sampah dan kemudian dibakar.

Beberapa pemuda Ahmadi bisa meloloskan diri dan beberapa lagi dibantai habis layaknya binatang. Anggota yang tidak melawan pun terus diserang hingga syahid!

Para Ahmadi yang sudah terkulai lemah, batu-batu terus dirajamkan kepadanya. Tidak hanya itu, pukulan kayu terus diarahkan massa tanpa ada belas kasihan. Massa yang melihat itu bahkan bertepuk tangan & bersorak sorai. Terlihat seorang Ahmadi sudah syahid namun, penyerang masih merasa belum puas, Kepala dan badan Syuhada itu terus dipukuli dengan tongkat dan dirajam dengan batu hingga bersuara.


Setelah tiga Ahmadi syahid ditempat, Massa masih belum terpuaskan dahaga akan darah. Para penyerang menghentikan aksi brutalnya setelah beberapa polisi & Dalmas datang menyelamatkan & mengevakuasi korban ke RSUD Malingping.
Massa terus menyisir para Ahmadi yang sempat meloloskan diri. Dari satu rumah persembunyian, Salah seorang korban melihat dengan mata kepala sendiri bahwa orang-orang yang telah menyerang dirinya, sambil pulang, massa sempat bersalaman dengan polisi yg ada disana sambil tersenyum-senyum. Kemudian ada juga saksi yang melihat, para penyerang keluar dari satu rumah dan terlihat telah dibagi-bagikan amplop berwarna coklat.
Selasa 8/2/2011 pukul 07.00 WIB dua syuhada diberangkatkan ke Gondrong-Kenanga untuk disemayamkan. Tubagus Chandra Mubarak & Roni Pasaronikini tenang bersemayam di bumi Tangerang. Kedua syuhada itu di antar kepergiannya oleh 1500-an Ahmadi yang cinta sekaligus bangga kepada mereka.
Satu syuhada lagi, Warsono telah dibawa ke Cirebon untuk disemayamkan.
Rabu, 9/2/2011, Deden Sujana yang kini berada di RS Pertamina, ia terlihat kuat, tenang, tdk tampak Depresi, masih bisa tersenyum, dan tentu saja ada raut sedih di mukanya.
“saya kok dianggap provokator oleh Polisi kami ke Cikeusik justeru mau mengurusi Muballigh #ahmadiyah yg ada ditahan & menjaga mesjid serta aset-aset jemaat. kami tdak menyangka akan ada penyerangan itu, kami tdk bawa apa-apa & tidak menyiapkan apa-apa”, ungkap Deden kepada Guntur Romli.
“Masa sih kami menantang dan memprovokasi? Dari sisi jumlah saja kami sudah kalah. Ketika saya sedang ngobrol dgn Kapolsek, kami diserang. Karena tiba-tiba diserang, kami melindungi diri dgn melawan, tidak ada tantangan & provokasi,” tambah Deden.
Ferdiaz menuturkan dengan nada menyesal, “Kenapa saya masih hidup! Saya sering ikut yang kayak gini, di Cisalada, di Manislor, dll, tapi pulang selalu membawa nyawa. Ada apa dengan saya?”
========
Selamat jalan wahai para pejuang agama. Darahmu akan mengharumkan negeri; Mempercepat kesuksesan bagi Islam, dan segera membawa petaka bagi para kaum penganiaya.
Semoga para pejuang kita yang masih terluka, bisa segera diberikan kesehatan yang sempurna.
[peristiwa ini didapat dari para Saksi kejadian dan akan terus berkembang sesuai fakta. Saksi sementara tidak dimunculkan namanya]


Sumber : 
http://isamujahidislam.wordpress.com/2011/02/08/kisah-heroik-para-ahmadi-di-cikeusik/


0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design