Tuesday, October 30, 2012

Ambiguous Story episode 3

         30 - 10 - 2012
         20:23 PM
         Barusan baca novel, belum selesai sih, baru bab 1. Judulnya 'Dari Surau Ke Gereja', karya Helmidjas Hendra. Baru baca dikit udah merinding, sudah mengerti maksud apa yang ingin di sampaikan si penulis di novel ini. Kagum, novel fiktif yang menggambarkan sebuah prediksi dan otokritik tentang masyarakat yang berada di ranah minang. Dari pemikirannya yang dituangkan pada novel ini, terlihat bahwa beliau adalah sosok orang yang cerdas, kritis, dan lumayan mengerti akan agama. Aku juga setuju dengan pemikiran beliau yang dituangkan pada novel ini, mengkritik cara ulama atau da'i pada zaman sekarang ini menyampaikan dakwah, serta adat yang tidak sesuai atau melenceng dari agama. Novel lama, tahun 2005 sepertinya pertama terbitnya. Yang aku baca sekarang ini revisi ke 5, tahun 2009. Sudut pandang bercerita dalam novel ini bagus, aku belajar banyak dari novel ini. Dan sepertinya aku jadi harus membedakan mana yang bercerita dan mana yang menceritakan. Dan juga terkadang aku suka bingung klo disuruh ngasih nama character dalam sebuah cerita. Ah tapi yang ambiguous story gaya menceritakannya tetap seperti ini saja dulu. Nanti saja di topik yang lain baru mencoba gaya bercerita baru. Baiklah, episode 3, begin.
         'Hei, jangan kesiangan, jam setengah 8 kita presentasi !'. Pesan singkat itu yang terus ada di hp nya sejak tadi malam sampai pagi ini. Entah sudah berapa kali orang itu mengingatkannya. Ia sudah sengaja dari semalam untuk tidak tidur terlalu larut, dan menyetel alarm beruntun tiap 15 menit dari jam setengah 7 pagi. Tapi begitu sampai di kampus jam setengah 8, ternyata masih sepi. Hanya ada beberapa orang, dan orang-orang itu sendiri adalah teman 1 kelompok presentasinya. Ia segera masuk ke kelas, sedang teman-temannya masih di luar menunggu dosennya datang. Ia kunci pintunya dan berteriak-teriak bernyanyi sesuka hati. Sudah agak lama ia berteriak-teriak menyanyikan beberapa lagu, 'kok ga ada yang ngetok-ngetok pintu ya, masa belum masuk?' pikirnya. Ia keluar kelas dan ternyata masih ada teman-temannya di luar dan makin banyak. Setelah agak lama ternyata baru ketahuan kalau dosennya ga masuk, 'horeee ee ee ee . . .' ketusnya dalam hati. 'Tidak begitu buruk, minimal udah bisa teriak-teriak nyanyi-nyanyi pagi ini di kampus' pikirnya.
        Belum lama ini ia beli kacamata, kacamata netral. 'Lumayan lah buat gaya, lebih terlihat intelektual. Dan sepertinya banyak jg wanita  yang suka pria yang memakai kacamata' pikirnya. Ia pun mencoba untuk mengenakannya saat ini di kampus. Ternyata response teman-temannya melihat dirinya lumayan bagus menurutnya, mereka pada tersenyum dan dari sorot matanya pada terlihat kagum. 'Apa aku sudah terlihat intelektual ya? hahahaa' tawanya dalam hati. Tak lama ada pesan masuk ke hpnya, pesan yang tak asing kalau lagi nongkrong di luar kelas nunggu dosen, 'Ada dosen'. Tapi yang sms kok bukan orang yang biasa ya, aneh. Sepertinya orang yang biasa sedang merencanakan sesuatu. 'Rencana yang bisa kutebak ckck' pikirnya.
         Sebenarnya ia bukannya tak ingin, tapi wanita itu terlalu tinggi baginya. Bayangkan saja, bisa beli kendaraan pakai uang sendiri yang harganya 20jutaan, usaha dimana-mana, kuliah aja dua universitas, dan sepertinya itu juga pakai uangnya sendiri. 'Sedangkan aku, apa yang aku punya, aku tak punya apa-apa' pikirnya. Bukan tipe ku untuk terlihat payah di depan wanita. Sebenarnya sedikit kasihan juga sih sama dia, baru kemarin belikan kado BB untuk pacarnya, tapi baru-baru ini tahu nya putus. Masalahnya simple tapi ga sesimple kelihatannya, karena pacarnya minta di beliin sepatu futsal baru. Tidak di turuti lalu marah-marah. Padahal belum ada dua bulan atau tiga bulan yang lalu dia belikan katanya, tapi pacarnya sudah minta lagi. 'Kronis, sungguh kronis penyakitnya. Tak habis pikir ada pria seperti itu. Tapi yahhh apa boleh buat, mungkin belum takdirnya. Life must go on, face the reality !' pikirnya.
         Ketika ingin pulang, ia teringat bahwa ia tidak bawa dompet. STNK motornya ada di dompet, 'Bagaimana caranya keluar ini. Satpam dikampus baru ini kadang sudah dikasih seribu tapi masih minta di tunjukkan STNK sebelum keluar' pikirnya. Ia lihat dari kejauhan temannya mau pulang, sampai di pintu keluar ternyata di minta temannya diminta menunjukkan STNK. Ia pun pasrah, ia keluarkan uang selembar dua ribuan sebelum sampai pintu keluar. Sengaja ia selipkan di tangan agar kelihatan dari jauh. Begitu sampai pintu keluar, satpam menghadang. Ia sodorkan uang dua ribu itu, dan ternyata ia tidak diminta untuk menunjukkan STNK motornya. 'Hufff syukurlah, sepertinya hari ini aku sedang beruntung'.


         By the way, jika ada yang merasa tersinggung dsb. Bisa komentar atau langsung menghubungi ku langsung ya. Karena sepertinya orang-orang belakangan ini suka sekali mengartikan sendiri hal-hal yang rancu lalu menyebarluaskannya. Maksud ku, di tulisan-tulisan ku ini tak ada yang menyebut nama kan. Bisa berarti siapa saja, bukan berarti bercerita tentang kehidupanku, Memang ada beberapa yang diambil dari pengalaman pribadi, tapi tidak seutuhnya seperti itu, ada yang ditambah-tambahkan dan ada yang dikurang-kurangi. Maaf untuk mengatakan ini, tapi entah kenapa belakangan ini aku seperti merasa tertekan ketika ingin menuangkan sesuatu ke dalam tulisan. Mungkin memang sebaiknya aku membuat blog private saja kali ya. Yahhh Anggap saja tulisan-tulisan ku ini seperti cerita fiktif yang tokohnya tokoh-tokoh khayalan semua, simple kan. Ok, see ya.

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design