Tuesday, November 6, 2012

Ambiguous Story episode 6

         06 - 11 - 2012
         09:18 PM
         Belakangan ngaret terus postnya hahahaa. Udah mulai sedikit sibuk sepertinya ckck. Udah episode 6 aja. Bosan juga ya ceritanya ini-ini aja. Episode 7 di jadiin last episode aja deh. Siap-siap ganti cerita yea ! Ok, let the chapter 6 begin.

         Hari itu ia telah menyelesaikan satu misi lagi, setelah sebelumnya ia memutuskan untuk tidak berangkat kuliah pada hari itu. Bukan karena telat, hanya sedang tidak ingin masuk saja. Ia pikir daripada menyelesaikan misinya besok, lebih baik diselesaikan hari itu saja. Lagipula masuk kekampus juga gitu-gitu aja, cuma absen. Sejujurnya ia merasa ilmu pengetahuan sedikit sekali ia dapat di kampus, terutama di kelas. Ia merasa lebih banyak mendapat ilmu di saat praktikum yang seminggu hanya satu atau dua kali pertemuannya, ataupun praktik yang ia coba-coba sendiri dengan berbekal browsing di internet. Yah, sistem pembelajaran di negara ini memang bobrok. Dengan alih-alih 'Sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi' dimana para pelajar dituntut untuk lebih aktif, dan pengajarnya hanya ditugaskan untuk mengarahkan materi yang harus di pelajari. Pada praktiknya awal-awal sang pengajar akan memberikan materi sedikit dan gambaran tentang apa yang akan di pahami kelak, mereka menyebutnya SAP (Satuan Acara Perkuliahan). Lalu pelajar akan dibagi menjadi beberapa kelompok, dan tiap kelompoknya disuruh mencari materi yang berbeda. Terakhir mereka disuruh mempresentasikan materi yang di dapatnya di depan pengajar dan teman-teman lainnya. Dan proses pembelajaran pun di anggap selesai.
         Merasa sistem ini ada yang aneh ga sih? Kita yang bayar tapi kok kita yang mengajar. Jadi sebenarnya institusi-institusi ini kita bayar hanya agar kita bisa menyampaikan materi di depan banyak orang? Lalu mendapatkan gelar-gelar sarjana, doktor, dan sebagainya karena bisa menyampaikan materi di depan banyak orang? Hei, kami para pelajar atau setidaknya ia sendiri tidak membutuhkan gelar-gelar itu semua ! Yang ia butuhkan ilmu pengetahuan, bukan gelar. Kalau bayar kuliah hanya untuk disuguhi materi yang harus di pelajari lalu mencarinya sendiri, lebih baik uang kuliahnya digunakan untuk membayar internet dan mempelajari sendiri materi yang disukai saja. Yahhh walaupun tidak semua pengajar seperti itu sih, tapi kebanyakan dosen seperti itu. Terutama dosen di hari ini, itulah salah satu alasan mengapa ia tidak masuk hari ini. Mungkin ini juga salah satu sebab mengapa kalau ia harus jadi pengajar, ia lebih ingin menjadi pengajar di sekolah-sekolah dibanding di universitas-universitas. Tapi ya sudahlahhh itu semua sudah terjadi, jalani saja. Tidak terlalu buruk juga kok sistem pembelajaran seperti ini, segala sesuatu pasti ada hikmahnya kan?
         Ok kembali lagi ke kalimat awal, setelah menyelesaikan misi pada siang ini. Ia merasa sepertinya mulai terasa berat.Ya, jadi aktifis kemanusiaan ternyata tidak begitu mudah. Bekerja untuk sesuatu yang tidak menghasilkan uang itu rasanya lumayan berat. Walaupun begitu tapi hati terasa puas dan senang. Dan entah kenapa kebutuhan hidup juga tidak begitu kurang, cukup-cukup saja. Contohnya sepatu udah jelek, tiba-tiba ada yang ngasih sepatu baru. Tas udah jelek tiba-tiba ada yang ngasih yang bagus. Celana jeans itu-itu aja tiba-tiba ada yang ngasih juga yang bagus. Ya pokoknya ada saja lah yang ngasih. Senang sih, seolah seperti ada yang memperhatikan. Tapi kita tak bisa selamanya hidup untuk memenuhi kebutuhan sendiri kan? Kelak kita juga harus memenuhi kebutuhan yang lain, seperti keluarga dan sebagainya. Ya, masalah keuangan sepertinya selalu defisit akhir-akhir ini, dikasih uang jajan seberapa tapi pengeluarannya lebih besar. Hampir saja masalah keuangan ini membuatnya emosi setelah menyelesaikan satu misi itu. Ia merasa seperti 'I should get a money from this, I need a money, give me my money'. Yah, untunglah Tuhan masih menyadarkannya. Ia segera mengambil handuk dan berlari menuju cermin. Ia lihat disana, tampak sebuah sosok yang penuh dengan keegoisan, dan kasar. Ia pun tersadar, diusapkannya handuk itu ke mukanya. Ia kembali menatap cermin itu seraya berkata, 'Maaf ya, aku telah bersikap egois dan berkata kasar padamu. Maaf, dengan sangat menyesal aku meminta maaf'.

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design